Monday, 26 March 2018

Cerpen Persahabatan Terbaru 2018

Cerpen Persahabatan Terbaru 2018 - Dalam persahabatan yang paling diperlukan ialah kedekatan emosional antara masing-masing individu sehingga menghasilkan pengertian pengokoh ikatan persahabatan. Untuk memupuk kedekatan emosional itulah kita harus sering melaksanakan aneka macam macam kegiatan yang positif bersama sahabat kita, ibarat menonton film favorit, memasak juga mungkin berkebun. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, ada beberapa treathment yang diperlukan guna memupuk persahabatan yakni mengingat hari-hari Istimewa persahabatan anda, dan jangan lupa menunjukkan sesuatu di hari psesial tersebut. Bukan proteksi yang mahal, lantaran apapun pemberiannya sahabat kita niscaya akan menghargainya. Cerpen Persahabatan sanggup menjadi salah satu teladan proteksi sederhana yang cukup menyentuh. Anda sanggup menuangkan pengalaman pribadi anda bersama sahabat ke dalam kata-kata indah yang akan menciptakan sahabat ansa semakin menyayangi anda.

Cerpen Persahabatan Sejati Terbaru 2018

Dalam persahabatan yang paling diperlukan  ialah kedekatan emosional antara masing Cerpen Persahabatan Terbaru 2018
"Senyum Terakhir"

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti ketika ku melihat dia, saya tak tau siapa dia. Wajahnya cukup manis dan manis, saya singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.

Setelah beristirahat saya pribadi menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah daerah yang saya tidak tau. Aku segera pergi mandi lantaran badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi saya menggunakan pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si ia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang saya pribadi menghapirinya.
“Hai…..”, kataku

Dengan senyum saya menyapanya.
Tapi ia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi saya mengulangi sapaanku.

“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.

Dia pribadi berdiri kemudian meletakkan bukunya di atas dingklik dan memberi tah u namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku gres pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak gres yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo saya temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak yummy juga jikalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.

Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si ia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik saya memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama lantaran arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks daerah tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.

Suara teriakan Ibunya yang memanggil menciptakan kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky saya duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya...”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… saya pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, saya hanya sanggup berkata “baru kali ini saya sanggup cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis ibarat Tamara”. Kini saya berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.

Sesampai di rumah saya di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, hardik Ibu.
“Maaf Bu, saya tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***

Keesokan paginya saya bertemu dengan Tamara, ternyata saya sama sekolah dengan dia, kemarin saya lupa nanya sih. Aku pribadi berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.

Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.

Sesampai di sekolah saya pribadi ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, lantaran Dino sahabat saya gres pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja saya Tamara. Aku gres pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua sanggup menjadi sahabat yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.

Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita perihal kiprah sekolah.

“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kau suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena saya suka aja dengan pelajaran itu, jikalau kau sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kau suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kau tadi, saya suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, saya gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***

“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menerangkan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Makara saya dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita perihal hal-hal yang sanggup mengocok perut.

Tak usang kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu saya berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, niscaya kau akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki saya sakit banget. Bantu saya berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini semoga saya gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, saya berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget ketika melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kau gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat saya Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah saya pribadi melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu saya pribadi tidur lantaran saya lelah banget udah gendong Tamara.
***

Keesokan paginya saya menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat ia keluar rumah, ia sudah sanggup berjalan dengan baik. Aku kaget dan melamun melihatnya.
“Woii kau kenapa melamun kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam saya dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, saya dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana jikalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana jikalau kita pergi ke daerah rekreasi populer di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.

Tak sabar menunggu ketika itu, saya menceritakan sedikit perihal pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan klarifikasi guru, jawaban dongeng kami yang semakin mengasyikkan. Tak usang kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya saya tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang gres dan melupakan apa yang saya banyangkan tadi.

Tidak usang kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini ialah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak usang kemudian, guru yang mengajar pun datang.

Aku merasa agak tidak yummy badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kau gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan saya harus antar kau pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa ia pulang, kau mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak saya sanggup kok”, katanya.

Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
kemudian ia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo saya antar kau pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar saya pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya perihal keadaanku. Tapi, saya hanya sanggup menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah saya pribadi di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya jikalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, semoga ia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu saya pulang dulu tante”.
“Nak nama kau siapa?”.
“Nama saya Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara ketika akan keluar dari kamarku.
***

Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan setelah itu berpakaian rapi dan pribadi menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku pribadi ke sekolah. Sampai di sekolah saya melihat Tamara dan pribadi menghampirinya.
“Zhaky, kau udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. saya udah sembuh kok”.
“Betul saya udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.

Tak berapa usang kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama sahabat wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku mempunyai pirasat jelek dan naas tak berselang beberapa usang kendaraan beroda empat yang saya tumpangi kecelakaan.

Aku merasa kepalaku sakit, ketika ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku kini ialah Tamara. Aku pribadi berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kau gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat saya ke daerah duduk Tamara, saya melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang saya rasa menciptakan saya pingsan.
“Zhaky, Zhaky, berdiri nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.

Mendengar bunyi itu, saya terbangun. Aku kini berada di rumah sakit, saya kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu?”.

Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, saya mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di daerah lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal jawaban kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa ia terlalu cepat meninggalkan saya Bu?”. Aku terdiam dan mengingat ketika saya sakit, ia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya. (SELESAI)

Persahabatan Yang Hancur Karena Cinta

oleh: Arum Nadia Hafifi

Cinta itu memang kadang menciptakan orang lupa akan segalanya. Karena cinta kita relakan apapun yang kita miliki. Bagi kaum perempuan mengasihi itu lebih baik daripada dicintai. Jangan terlalu mengharapkan sesorang yang belum tentu mengasihi kita tapi terimalah orang yang sudah mengasihi kita apa adanya. Mencintai tapi tak dicintai itu ibarat olahraga lama-lama supaya kurus tapi hasilnya nggak kurus-kurus. Belajarlah mengasihi diri sendiri sebelum anda mengasihi orang lain.

Gue Amel siswa kelas X. Dulu gue selalu menolak dan mengabaikan orang yang mengasihi gue, tapi kini malah tebalik gue selalu diabaikan sama orang yang gue cintai.

Gue suka sama sahabat sekelas gue dan plus ia itu sahabat dekat gue, udah tidak mengecewakan lamalah. Cowok itu namanya Nino anak rohis. Gue suka sama ia berawal dari perkenalan terus berteman lama-lama dekat dan kesannya gue jadi jatuh cinta gini.

Oh iya gue punya temen namanya Arum, ia temen gue dari SMP. Arum gue dan Nino itu berteman dekat semenjak masuk SMA.

Suatu hari gue ngeliat Arum sama Nino itu bercanda bareng dan mereka bersahabat banget ibarat orang pacaran. Jujur gue cemburu, tapi gue nyembunyiinn itu dari Arum.

Lama-lama capek juga mendam rasa suka kayak gini. Akhirnya gue mutusin untuk dongeng sama Arum.

``Rummmm gue mau ngomong sesuatu, tapi jangan bilang siapa-siapa``

``Ngomong apa?`` tanya Arum

`` Jujur gue suka sama Nino udah lama, dan gue cemburu kalo lo dekat sama Nino!`` Jawab
Amel

`` Lo suka Nino? Serius?`` Tanya Arum

`` Iya, tapi lo jangan bilang Ninonya`` gertak Amel

`` Iyaiya maaf ya kalo gue udah buat lo cemburu``

`` Okee ``

Amel makin usang makin dekat dan Amel susah untuk ngelupain Nino. Amel berfikir Nino nggak akan pernah jatuh cinta sama Amel. Walau Amel udah ngerasa ibarat itu tapi ia tetap berjuang. Tanpa disadari Arum ternyata juga suka sama Nino.

Amel mengetahui kalo Arum suka sama Nino. Nggak disengaja Amel membaca buku diary Arum. Disitu tertulis curhatan Arum perihal perasaannya kepada Nino.

Setelah Amel membaca buku diary Arum, ia merasa kecewa lantaran temen sendiri juga suka sama pemuda yang sama. Tapi Amel berfikir rasa suka itu datangnya tiba-tiba jadi siapa pun berhak untuk suka sama Nino. Amel tetap terus berjuang mengambil hati Nino, walau harapanya kecil.

Di taman sekolah Amel melihat Arum dan Nino sedang berincang-bincang, tapi ini beda mereka terlihat serius. Amel ingin tau dan kesannya ia nguping dibalik pohon.

``Ruummm gue suka sama lo, lo mau nggak jadi pacar gue?`` Tanya Nino

Arum kaget ia resah harus jawab apa, tapi kesannya Arum mendapatkan Nino jadi pacarnya tanpa memikirkan perasaan Amel sahabatnya sendiri.

`` Iya saya mau`` Jawab Arum

Amel yang mendengar jawaban Arum dibalik pohon kaget, ia tak menyangka sahabatnya akan tega. Tanpa berfikir Amel keluar dari belakang pohon.

`` Rumm lo pacaran sama Nino? Congrast ya lo udah bikin gue sakit hati``

Arum dan Nino kaget tiba-tiba Amel muncul dari belakang pohon dan bilang sperti itu.

`` Maafin gue Mell, tapi gue cinta sama Nino``

`` Yaudahlah ``

Amel pribadi pergi meninggalkan Arum dan Nino. Perasaanya campur aduk nggak karuan, ia masih resah kenapa temannya tega melaksanakan hal itu. Padahal Arum tau kalo Amel udah usang ngejar-ngejar Nino.

Persahabatan sanggup hancur begitu saja lantaran cinta. Utamakan sahabat mu daripada pacarmu lantaran orang yang bakal selalu ada disaat kau bahagia dan susah itu sahabat. Persahabatn yang dijalin cukup usang sanggup hancur seketika lantaran duduk perkara cinta.
Demikianlah informasi yang sanggup admin sampaikan mengenai Cerpen Persahabatan. Semoga bermanfaat dan menjadi motivasi dan inspirasi...

No comments:

Post a Comment